Rabu, 22 Desember 2010

my inspiration


Berbicara tentang tokoh inspirasi, sebetulnya saya memiliki banyak tokoh inspirasi. Tetapi salah satu tokoh inspirasi yang saat ini sangat menginspirasikan saya adalah Andrea Hirata. Andrea Hirata adalah seorang penulis novel Indonesia yang berasal dari pulau bangka belitong. Dia adalah penulis yang sangat berbakat. Novel tetralogi pertamanya adalah karya yang sangat luar biasa. Bagi saya, novel tetraloginya ( Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Endensor, dan Maryamah Karpov ) tanpa disadari telah menginspiratif hidup saya.

Laskar Pelangi ( LP ) dan Sang Pemimpi ( SP ) adalah novel favorit saya. Dari situlah saya seolah menemukan semangat baru dalam hidup. Saya membaca novel Laskar Pelangi 3 bulan sebelum UN ( Ujian Nasional ) SMP berlangsung. Saat membacanya, saya mendapatkan banyak pelajaran, pemikiran, dan juga semangat baru. Dan inilah beberapa pengalaman saya.

“ Keterbatasan bukanlah alasan “ adalah sebuah kalimat singkat namun sangat bermakna. Saat SMP saya bersekolah di salah satu sekolah negeri pinggiran di Jakarta. Awalnya saya malu saat bersekolah disitu, karena SMP saya jauh berbeda dengan sekolah saya yang sebelumnya. Tetapi dari situlah saya menemukan suatu kehidupan yang belum pernah saya ketahui sebelumnya. Saat SD, saya terbiasa berteman dengan orang-orang dari kalangan menengah keatas yang tidak pernah mengenal arti dari sebuah tetesan keringat. Namun, di SMP ini tanpa disadari saya mulai belajar mengenal kehidupan baru. Berteman dengan orang-orang dari kalangan menengah-kebawah. Melihat dan memasuki kehidupan mereka yang jauh dari apa yang saya bayangkan. Mengenal arti keluarga, persahabatan dan pengorbanan. Saya pernah berfikir bahwa saya tidak mungkin mendapatkan SMA favorit kelak. Dilihat dari kualitas sekolah dan murid-murid yang ada didalamnya, SMA favorit terasa semakin jauh dari benak saya. Tetapi setelah membaca novel LP, saya mengakui bahwa pemikiran tentang hal itu salah. Karena tidak ada yang tidak mungkin jika kita memiliki keinginan yang kuat. Terbukti, saat ini saya berhasil masuk ke salah satu SMA favorit di Jakarta dan mengalahkan teman-teman saya yang belajar di sekolah standar nasional. Keterbatasan bukanlah alasan untuk kita berhenti memiliki sebuah cita-cita. Justru sebaliknya, keterbatasan seharusnya dijadikan sebuah acuan untuk menggapai cita-cita.

” jangan takut bermimpi, karena tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu ”

Sejak duduk di bangku sekolah dasar, saya sudah suka menulis. Dari mulai menulis puisi, buku harian, hingga menulis cerpen. Beberapa puisi saya pernah di muat disalah satu harian pagi nasional dan majalah anak. Saya juga pernah di interview oleh salah satu harian nasional rubrik anak untuk pengalaman dalam menulis buku harian. Sejak saat itu saya semakin giat untuk menulis hal-hal lain. Suatu waktu, saya menemukan titik kejenuhan dalam menulis. Saya merasa bahwa tulisan saya tidak berkembang. Saya pun mulai jarang menulis lagi. Malas, satu kata yang selalu menyelimuti pikiran saya ketika ingin mulai menulis lagi. Mimpi menjadi seorang penulis yang mampu menginspiratif orang-orang disekitarnya lenyap begitu saja. Mimpi itu terasa terlalu tinggi untuk saya. Tetapi lewat Andrea, mimpi itu kembali. Jangan pernah takut untuk bermimpi. karena itu barulah gagasan dan rencana. Dan itu pula adalah langkah awal. Jika awal melangkah saja sudah sulit bermimpi, maka bisa dipastikan bahwa langkah berikutnya juga akan sulit. Maka beranilah dalam bermimpi. Dan jadilah pemimpi yang pintar dan selalu bergerak dalam mewujudkan mimpinya.

Teriakkan pada dirimu: ” aku ingin semua keberanian yang telah menguap selama ini kembali lagi padaku. I want it all! I want it now!! ”

Ada suatu masa dimana seseorang mengalami masa surut. Putus asa, menyerah, dan berpasrah pada takdir. Saya pikir itu adalah suatu proses dalam hidup. Karena, hidup itu berputar. Ada masa dimana kita berada di atas dan ada masa dimana kita berada di bawah. Begitu pula yang terjadi pada saya. Saya tidak pernah menyangka bahwa kejadian yang sudah saya lupakan kemudian terulang kembali. Sulit bagi saya untuk menyelesaikannya. Dan novel sang pemimpi adalah jawabannya. Dari situ saya mengambil kesimpulan bahwa ketika kita mengalami suatu masalah maka hal pertama yang harus kita miliki adalah keberanian, kemudian dari keberanian itu kita dapat berfikir apa penyelesaian terbaik dari suatu masalah tersebut.

“ hidup hanya sekali, maka biarkanlah ia berarti “ dari kalimat ini, saya belajar dari Andrea bagaimana kita harus bisa lebih bersyukur, harus lebih bisa menghargai hidup, menghormati kedua orangtua yang sudah bersusah payah membiayai dan mendidik kita untuk bisa menjadi orang yang berguna terutama bagi orang-orang disekitarnya. Jangan pernah melewatkan kesempatan sekecil apapun, karena kesempatan adalah bagian dari perjalanan panjang menuju sebuah kesuksesan dan pergunakanlah kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya J


ketika cappucinno bercerita


Ketika itu senja merah lebih dari biasanya. Dinding pembatas bercat putih melati terlihat memudar mengikuti kemerahan ditimpa sinar mentari senja. Tenggelamnya sinar perlahan diiringi bau gorengan ikan asin yang cukup menggugah selera. Yaah.. inilah aku, seorang mahasiswi yang sedang bertahan hidup di pengunjung bulan. Menikmati segelas cappucinno murah sambil mengerjakan tugas di warteg depan kampus. Sungguh keadaan yang sangat kontras jika dibandingkan dengan keadaan keuanganku di awal bulan. Menikmati segelas cappucinno di kafe ternama. Sudah 3 tahun sejak kedatanganku di kampus ini, kebiasaan menikmati cappucinno pun seakan menjadi bagian dari hidupku. Awalnya ini aku lakukan hanya untuk meredam stress dengan tugas-tugas kampus yang menumpuk, namun kini cappucinno di sore hari bukan lagi sebagai pereda stress tetapi juga menjadi suatu kebiasaan yang tidak bisa lepas dari keseharianku. Tiba-tiba terlintas bayangan seorang pria. Tanganku yang lincah menari diatas tombol-tombol huruf kemudian berhenti sejenak. Pikiranku seolah kembali ke masa tahun pertama menjadi mahasiswa, dimana pertama kali aku bertemu dengannya. Di warteg depan kampus.

“ Maaf boleh duduk disini? ” ucap seorang pria kepadaku.
“ Oh iya silahkan. ” jawabku sambil melanjutkan tugas struktur beton I

Aku menoleh sebentar ke arah pria itu. Tertegun sesaat, lalu kembali melanjutkan tesis ku. ”kayak kenal, tapi siapa ya?” ucapku dalam hati. Aku terus menyelami pikiranku. Mencoba mencari  file dalam tumpukan ribuan memori diotakku. Namun, aku tidak ingat apapun.

” Kamu neysha kan? ” tanya pria itu
” Iya, kok tau? ” tanyaku heran
” Aku sering liat kamu ngerjain tugas di cafe lavois, kok sekarang disini? ”
” Oh, iya sih aku sering disitu. Sekarang lagi ngirit, abisnya uang bulanan belum  
   Turun sih hehehe. ” ucapku jujur. ” Oiya nama kamu siapa? ” lanjutku
” Jaka, perminyakan ” jawabnya sambil tersenyum
” Oh kamu anak arsitektur, aku sipil ”
” Aku tau kok. ”
” Kok bisa tau? ” tanyaku
” Ya bisa, udah gak usah di pikirin ” jawabnya lembut.

Sejak saat itu, aku dan Jaka bersahabat baik. Kami sering menghabiskan waktu bersama, mulai dari mengerjakan tugas, berangkat dan pulang kampus (kebetulan rumah kami hanya beda beberapa blok), hingga melepas stress bersama, yaitu menikmati secangkir cappucinno dan fasilitas free wifi di pojok cafe Lavois. Disini kami bisa melepas semua beban dengan melihat keindahan kota Bandung dari ketinggian, menikmati dinginnya udara atau mencium wangi hujan yang turun.

Jaka bukan hanya seorang sahabat bagiku. Ia adalah sosok multifungsi untukku. Dia bisa menjadi sahabat dan kakak sekaligus. Terkadang malah dia bisa menjadi sosok ayah untukku. Dimana ada Jaka disitu ada aku, begitu teman-temanku menyebutnya. Terkadang aku heran, bagaimana bisa aku bersahabat dengan seseorang begitu mudahnya? Jujur, aku bukanlah orang yang gampang menerima persahabatan. Mungkin dikarenakan trauma akan sesuatu yang dilakukan sahabatku saat masih duduk dibangku SD. Tetapi ketika bertemu Jaka, ada sesuatu yang berbeda. Aku seperti telah mengenal sosok Jaka sebelumnya. Aku teringat akan sahabat kecilku yang telah membuatku tidak percaya lagi akan seorang sahabat. Ia adalah sahabat yang sangat berarti bagiku sebelum ia pindah ke luar negeri tanpa kabar. Aku selalu menunggunya, tapi sepertinya dia memang tidak akan kembali, mungkin malah dia sudah tidak ingat aku lagi. Sejak itu aku mulai melupakannya.

Hari-hariku bersama Jaka berlalu begitu cepat. Umurku dan Jaka terpaut 2 tahun. Hari itu Jaka resmi lulus menjadi insinyur. Dengan semangat aku pergi kesebuah gedung pertemuan demi melihat prosesi wisuda Jaka. Seusai prosesi wisuda, Jaka menghampiriku dengan baju toga nya. Wajahnya terlihat sedih, sedikit membingungkan memang, tapi yasudahlah aku tak mau mengambil pusing akan hal itu.

” Makasih ya sha, kamu udah dateng. Aku seneng banget hari ini. ”ucap Jaka
” Iya, sama-sama Jak. Selamat ya sekarang udah jadi insinyur, tinggal aku deh yang
   belum selesai, huh. ” Jawabku
” Ayo semangat!! Kamu bisa kok, mangkanya kamu gak boleh males kuliahnya biar
   cepet selesai kayak aku. ”
” Iya, makasih ya.. Doain juga supaya lancar jadinya cepet selesai trus bisa wisuda
   kayak kamu deh hehe. Mau pake togaaaaa ” ucapku
” Pasti aku doain. Kamu ini masa cuma pengen pake toga nya aja sih. Oiya Sha,
   sebenernya ada yang mau aku omongin sama kamu. ”
” Apa? ” tanyaku penasaran
” Kamu tau kan kalo aku udah magang di Caltex? ” ucap Jaka sambil menggenggam
   tanganku.
” Iya tau, emang kenapa? ”
” Besok aku pindah ke Nashville untuk praktik dan test kerja jadi karyawan tetap ”
” Hah? ” seketika pikiranku terbawa lagi pada sahabat kecilku
” Aku minta maaf Sha ” Jaka memelukku dengan erat.

Antara percaya dan tidak, hal ini terulang kembali dalam hidupku. Kesedihan yang luar biasa menghampiriku. Sahabat yang selalu aku percaya, sahabat yang selalu menjadi sandaran dan sahabat yang memiliki arti segalanya bagiku kini pergi meninggalkanku.

” Tilulit ” sebuah sms masuk, aku membukanya. Ternyata undangan perayaan pernikahan orang tua Jaka yang ke 25 tahun nanti malam. Tante sinta, ibu dari Jaka, memintaku untuk hadir dalam perayaan tersebut. Dengan blazer hijau dan jeans hitam panjang, aku datang kerumah Jaka. Tidak terlalu banyak orang yang hadir. Sepertinya memang mereka hanya mengundang kerabat dekat saja. Aku berkeliling melihat rumah Jaka. Walaupun sudah bersahabat, aku belum pernah datang kerumah orang tua Jaka. Selama ini Jaka tinggal di Bandung dan orang tua nya tinggal di Jakarta. Dan biasanya sebulan sekali orang tua Jaka datang ke Bandung sekedar untuk menjenguk anak kesayangannya. Aku terkejut melihat sekumpulan foto anak kecil tertata rapi di atas piano putih. Wajah yang sangat aku kenal. Orang yang selama ini aku kagumi adalah orang yang aku benci selama ini. Jaka adalah sahabat kecilku. Sahabat yang selalu kutunggu kedatangannya namun tak pernah datang. Sahabat yang aku benci dan aku lupakan. sahabat yang aku pikir tidak akan pernah mengingatku. Pikiranku kacau, aku berlari keluar namun tante Shinta menarikku kedalam. Tangisku pecah, dan Tante Shinta memelukku erat. Ia menjelaskan semua yang terjadi kepadaku. Bahwa saat itu ada suatu hal yang terjadi yang mengakibatkan Jaka kehilangan kontak denganku. Ia berusaha mencari aku namun nihil. Saat kembali ke Jakarta, Jaka kembali berusaha mencari jejakku. Ketika ia bertemu denganku, ia ingin sekali menjelaskan semuanya kepadaku. Tapi, ia terlalu taku kehilangan sahabat kecilnya, lalu ia menyamar menjadi Jaka yang baru. Jaka yang menjadi sahabat baru bagi ku. Tangisku kembali pecah, pikiranku kacau, perasaanku tumpah menjadi satu. Ingin sekali aku berteriak ” Kamu bodoh Jak, kamu jahat ” tapi apa yang sudah dilakukannya selama ini untukku, rasanya tak pantas untuk mengatakan itu. Aku tak pernah lagi membalas e-mail Jaka. Walaupun rasa kangen itu begitu besar, namun aku belum bisa menerimanya. Beberapa bulan kemudian, Jaka tidak pernah lagi mengirimkan e-mail untukku. Mungkin dia lelah menghadapi sikapku atau mungkin dia lelah meminta maaf kepadaku.

” Sha.. Sha.. Bangun Sha.. ” aku terlonjak kaget. Ternyata aku tertidur di meja warteg. Seseorang mengusap rambutku pelan. Jantungku berdegup kencang. Aku kenal dengan usapan itu. Aku kenal betul. Tapi aku terlalu takut untuk memikirkan orang itu. Aku memberanikan diri untuk menoleh kebelakang. Sosok yang sangat aku kenal berdiri tepat dibelakangku, Jaka. Aku berdiri dan langsung memeluknya erat. Air mataku mengalir begitu deras. Aku tak sanggup berkata-kata.

” Aku minta maaf ya Sha ” ucap Jaka dengan suara bergetar. Aku diam, tangisku malah semakin pecah.

” Aku terlalu pengecut untuk menjelaskan semua. Aku terlalu takut untuk kehilangan
  sahabat seperti kamu Sha ”
” Aku juga minta maaf karena aku gak bisa menerima kenyataan yang ada Jak. ” jawabku mencoba menahan agar suaraku tidak terlalu bergetar

Senja itu adalah senja terindah dalam hidupku. Ditemani segelas cappucinno murah di warteg depan kampus, aku mendapatkan kembali sahabat sejati yang sempat hilang dari hidupku. Manis, asin dan pahit dalam cappucinno seolah mewakili perjalanan aku dan Jaka mencapai senja yang indah ini. Segala sesuatu selalu menyimpan sebuah arti. Seperti halnya cappucinno disore hari...